Wanita Karier VS Ibu Rumah Tangga - SAHATAonline
Headlines News :
Home » , » Wanita Karier VS Ibu Rumah Tangga

Wanita Karier VS Ibu Rumah Tangga

Oleh: Sylvia Kurnia Ritonga. Lc
Zaman yang semakin maju dan canggih, selain memberi banyak kemudahan ternyata juga menuntut banyak hal, terlebih-lebih dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan kepuasan. Modernisasi besar-besaran telah berdampak kesegala aspek kehidupan manusia, menyertakan sekat-sekat strata sosial dan gender.

Pada masa-masa sebelum tergulingnya orde baru, menjadi seorang wanita karier atau ikut membantu menopang kebutuhan keluarga bukanlah pilihan mutlak bagi seorang wanita. Kebutuhan keluarga ditanggung sepenuhnya oleh suami, jikapun ada wanita yang bekerja, mayoritas atas dasar sukarela. Hal ini berubah drastis ketika indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998. Tuntutan kebutuhan hidup dan biaya-biaya lainnya telah menyeret wanita dari "wilayah kekuasaannya" dan memaksanya turun tangan merais rezki. Dan pada saat hampir bersamaan banyak bermunculan gerakan-gerakan feminimisme yang menyuarakan kesetaraan gender, bahwa wanita juga berhak mendapatkan fasilitas dan kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Kebanyakan wanita setelah merambah dunia kerja di luar rumah, sering melalaikan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu, bahkan memicu timbulnya problematika baru. Ketika gaji seorang istri lebih besar atau kedudukannya lebih tinggi, si suami cenderung pesimis, minder dan merasa tidak berguna lagi di tengah-tengah keluarganya. Perasaan skeptis ini akan semakin meningkat  dan memuncak bila si istri terus membanding-bandingkan dirinya dengan sang suami, atau si istri mulai sok berkuasa dan mengatur. Masalahnya bukan di lini ekonomi keluarga lagi, tapi di soal harga diri dan tanggung jawab. Yang menjadi persoalan sekarang, apakah wanita harus menjadi wanita karier atau ibu rumah tangga?
Menjadi seorang istri dan ibu sudah menjadi kodrat seorang wanita. Walaupun kaum feminimisme mati-matian menuntut persamaan hak dan kewajiban, tapi dua hal ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan perempuan. Sejatinya wanita tinggal di rumah dengan segudang profesi yang dijalaninya setiap hari, seorang istri harus jadi ibu dan guru buat anak-anaknya, mendidik mereka dengan kasih sayang, tata krama dan sopan santun. Dan harus pula menjadi bendahara mengatur keuangan keluarga dan masih banyak profesi lain yang digeluti seorang ibu rumah tangga yang bisa menyedot perhatian, waktu tenaga dan pikiran. Dan biasanya apabila seorang anak terlibat suatu perkara di luar rumah, pasti yang ditanyakan orang adalah “kamu diajarin ibumu sopan santun nggak sih di rumah?”

Karena pendidikan dan moral anak selama ini lebih banyak dibebankan kepada ibu, sedangkan sosok ayah lebih dikenal sebagai subjek pemenuh kebutuhan keluarga alias pencari nafkah. Ibu adalah sekolah pertama buat anak-anaknya, keberhasilan seorang ibu dalam mendidik dan mengatur rumah tangga adalah masa depan cerah sebuah keluarga. Dan untuk itu wanita juga berhak dan dituntut mengecap pendidikan setinggi-tinginya, karena ibu rumah tangga adalah profesi yang maha berat dan menentukan. Tentunya kita menginginkan anak-anak yang cerdas intelektual dan spiritual bukan? Dan sangat tidak kita harapkan anak yang bermental babu, karena sejak kecil diasuh pembantu disebabkan orang tua yang terlalu sibuk bekerja. Jadi kenapa wanita harus juga berkarier di luar rumah? Seperti yang telah disebutkan di atas, kehidupan modern membuat persaingan semakin ketat dan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin melilit, sehingga suami yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga terasa berat memikulnya sendirian. Disitulah seorang wanita ikut turun tangan degan syarat tidak melupakan tugasnya. Pun juga emansipasi dan persamaan gender telah membawa wanita menuju kepada kesetaraan hak di dunia kerja, bisa kita saksikan banyak wanita di kota-kota besar jadi supir angkot atau bis kota. Wanita adalah makhluk Allah swt yang lemah, ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan kaum Hawa, begitu pula halnya dengan kaum Adam, mereka juga bukan manusia yang sempurna atau lebih baik dari wanita, walaupun mereka kuat dan maskulin, tidak semua pekerjaan dapat mereka lakukan. Jadi, pada intinya kaum Adam dan Hawa harus salimg melengkapi dan membantu tanpa melupakan tugas pokoknya masing-masing.

Kalau kita kerucutkan pembahasan ini, apakah seorang muslimah wajar berkarier di luar rumah? Menurut hemat penulis, sudah selayaknya wanita muslimah mengemabangkan skillnya, baik tujuannya untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga atau hanya berlatih mandiri “dengan syarat tetap dalam jalur Islam”, karena seorang suami juga manusia biasa yang sewaktu-waktu bias sakit, putus pekerjaan atau meninggal dunia. Tapi ketika seorang muslimah beraktifitas di luar rumah, harus selalu memperhatikan aturan-aturan syariat seperti menjaga harga diri, dapat izin suami dan tidak melupakan tugasnya, atau lebih bagus, pekerjaan yang digeluti seorang ibu muslimah adalah home industry, mengembangkan skill dan kemampuan sekaligus membantu ekonomi keluarga tanpa meninggalkan rumah. Yup! Wanita muslimah harus punya skill atau keterampilan, seperti kata pepatah “yang menyelamatkanmu bukanlah ilmumu, tapi keterampilanmu”.

Lalu bagaimana dengan wanita muslimah single? Nah, disitulah saatnya kita gali potensi diri, mengembangkan keterampilan, menggagas ide-ide kreatif, menimba ilmu sebanyak-banyaknya, terjun kedunia kerja dengan berpegang teguh pada aturan syariat, dan masih banyak hal-hal positif lain yang dapat kita lakukan, manisnya akan kita rasakan setelah kita berkeluarga, hasil dari kerja keran dan kemandirian. Go Muslimah…!!!
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : KPTS MESIR | Group KPTS
Copyright © 2011. SAHATAonline - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger